Salam Sejahtera

15 09 2010

Selamat Datang di Blog Pangan Mas, Blognya Para Petani Mandiri….





Pangan Mas,… Bangun Pengabdian Pada Masyaraka.

18 11 2010

Post, Admin Pangan Mas
Pengembangan masyarakat dalam rangka membangun kemandrian bangsa sangatlah penting untuk senantiasa menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, coorporate melalui CSRnya, LSM dan lembaga pemerhati masyarakat. ini adalah sebuah keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan untuk tidak saling menyalahkan akan tetapi bekerja bersama-sama.
Sebuah program yang sangat penting bagi semua elemen masyarakat untuk sama sama terlibat didalamnya, sebagai pelaksana, pengawas dan pembina. dewasa ini program pemberdayaan masyarakat sudah banyak diupayakan baik oleh pemeritah maupun pihak swasta. salah satu yang akan menjadi sorotan utama kita adalah penyaluran dana PNPM Mandiri yang menjadi sebuah kesatuan yang kokoh dalam rangka membangun kemandirian masyarakat.
Kementerian Pertanian RI pada dekade ini telah menyalurkan dana kepada masyarakat lewat Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) untuk dikelola secara profesional dalam sebuah kelembagaan yakni Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atao BAitul Mal Wa’Tanwil (BMT).
PANGAN MAS dalam melihat realitas yang ada mencoba memberikan konstribusi rill ditengah-tengah masyarakat dengan melakukan proses pembinaan kepda kelembagaan Keuangan Mikro para Gapoktan bekerja sama dengan Pemerintah dan Penyelia Mitra Tani selaku pendamping yang diugaskan oleh kementerian pertanian.
Komitmen PANGAN MAS Kabupaten Luwu timur telah mengantarkan salah satu Gapoktan Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2010 merah penghargaan oleh kementerian Pertanian.
GAPOKTAN LEMBO HARAPAN Yang tempat di desa Wasuponda Kec. Wasuponda Kabupaten Luwu Timur menjadi Wakil dari Sulawesi Selatan untuk meraih penghargaan pada Bulan 10 thn 2010 dari kementerian pertanian adas dasar keberhasilannya dalam mengelola kelembangaan GAPOKTAN dan memberikan pelayanan terbaik bagi anggotanya. RL01

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.





Apakah Serat Tire Baik untuk Anda?

14 10 2010

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Serat konjak/Tire adalah pati dari akar tanaman konjak/Tire (Amorphophallus konjak/Tire) yang tumbuh di Cina dan Jepang. Nama populer untuk akar di Jepang adalah lidah setan atau konnyaku, dan siap ada ke dalam makanan yang terlihat seperti bujur sangkar atau strip dari gelatin kaku, dengan tekstur karet. The konjak/Tire Jepang menganggap sebagai makanan kesehatan, khususnya yang baik untuk fungsi usus.
Komponen utama dari akar konjak/Tire adalah glukomanan, serat makanan larut air yang terdiri dari gula mannose dan glukosa. Belum dipelajari secara ekstensif di Barat, tetapi hasil dari salah satu delapan minggu sidang diterbitkan dalam International Journal of Obesity pada tahun 1984 menyarankan bahwa suplemen yang mengandung serat glukomanan mungkin membantu menurunkan berat badan. studi lebih baru, termasuk dua dipublikasikan dalam Journal of American College of Nutrition (satu pada bulan Oktober 2002 dan satu lagi di Februari 2003) menyarankan glukomanan yang dapat membantu mengurangi kolesterol. Penelitian kedua dilakukan di antara 22 pasien dengan diabetes dan menemukan bahwa suplemen glukomanan konjak/Tire menurunkan kedua tingkat glukosa dan kolesterol.
Konjak/Tire serat dan glukomanan suplemen untuk menurunkan berat badan dipromosikan di Internet dan di tempat lain. Meskipun temuan dari studi tahun 1984, saya akan skeptis terhadap klaim. Anda juga harus tahu bahwa beberapa negara, termasuk Australia, telah melarang sejumlah produk penurunan berat badan yang mengandung glukomanan, yang ditemukan menyebabkan tersedak ketika tersangkut di tenggorokan.
Jika Anda tertarik pada serat konjak/Tire, cobalah beberapa makanan tradisional Jepang seperti mie shirataki atau konnyaku. Saya sudah makan mereka sering di Jepang dan seperti tekstur novel mereka.

Admin





Tire, Komuditi Unik…

25 09 2010

A. Pendahuluan

Tanaman Tire adalah tanaman daerah tropis yang termasuk family iles-iles.

Tanaman ini mempunyai umbi yang kandungan Glucomanan-nya cukup tinggi. Untuk daerah Jawa tanam ini bernama Porang. Dengan nama latin AMORPHOPALLUS ONCHOPILLUS.

B. Morfologi Tire

Tanaman Tire merupakan tumbuhan herba dan menchun. Batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan tanaman Tire. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Di Indonesia tanaman Tire dikenal dengan banyak nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya disebut acung atau acoan oray (Sunda), Kajrong (Nganjuk) dll. Banyak jenis tanaman yang sangat mirip dengan Tire yaitu diantaranya: Suweg, Iles-iles dan Walur.

C. Syarat Tumbuh

Tanaman Tire pada umumnya dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya tanaman Tire dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman Tire, terutama yang menyangkut iklim dan keadaan tanahnya.

1. Keadaan Iklim Tanaman Tire mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman Tire membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman Tire dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 700 M dpl. Namun yang paling bagus pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 600 M dpl.

2. Keadaan Tanah Untuk hasil yang baik, tanaman Tire menghendaki tanah yang gembur/subur serta tidak becek (tergenang air). Derajat keasaman tanah yang ideal adalah antara PH 6 – 7 serta pada kondisi jenis tanah apa saja.

3. Kondisi Lingkungan Naungan yang ideal untuk tanaman Tire adalah jenis Jati, Mahoni Sono, dan lain-lain, yang pokok ada naungan serta terhindar dari kebakaran. Tingkat kerapatan naungan minimal 40% sehingga semakin rapat semakin baik.

D. Perkembangbiakan Tire

Perkembangbiakan tanaman Tire dapat dilakukan dengan cara generatif maupun vegetatif. Secara umum perkembangbiakan tanaman Tire dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu anatara lain:

1. Perkembangbiakan dengan Katak Dalam 1 kg Katak berisi sekitar 100 butir katak. Katak ini pada masa panen dikumpulkan kemudian disimpan sehingga bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah disiapkan.

2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah Tanaman Tire pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Dalam satu tongkol buah bisa menghasilkan biji sampai 250 butir yang dapat digunakan sebagai bibit Tire dengan cara disemaikan terlebih dahulu.

3. Perkembangbiakan dengan Umbi

– Dengan umbi yang kecil, ini diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah terlalu rapat sehingga perlu untuk dikurangi. Hasil pengurangan ini dikumpulkan yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bibit.

– Dengan umbi yang besar, ini dilakukan dengan cara umbi yang besar tersebut dipecah-pecah sesuai dengan selera selanjutnya ditanam pada lahan yang telah di siapkan.

E. Budidaya Tire di perum Perhutani Budidaya Tire telah dilaksanakan di dalam kawasan hutan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur seluas 1605,3 Ha, yang meliputi beberapa wilayah KPH sebagai berikut: No KPH Luas (Ha)

1. Jember 121,3

2. Nganjuk 759,8

3. Padangan 3,9

4. Saradan 615,0

5. Bojonegoro 35,3

6. Madiun 70,0
Budidaya Tire juga telah dikembangkan di Pulau Sulawesi dan Kalimantan lewat PT. Bumi Agromas Sejahtera di Antaranya :

1. Sulawesi Selatan, Untuk Sulawesi selatan telah dikembangkan di daerah : Gowa, Maros, Takalar, Bantaeng Bulukumba, Luwu Raya diantaranya di Luwu, Palopo, Luwu Timur,dan Luwu Utara, bahkan jenis tanaman ini tumbuh liar didaerah pangkep dan Bulukumba.

2. Sulawesi Barat,

3. Sulawesi Tenggara,

4. Kalimantan Timur, dimana Kutai Barat lewat KTNA menjadi percontohan budidaya tanaman ini.

F. Manfaat Tire Manfaat

Tire banyak sekali terutama untuk industri dan kesehatan, hal ini terutama karena kandungan zat Glucomanan yang ada di dalamnya. Adapun manfaat unbi Tire adalah sebagai berikut:

1. Bahan lem

2. Jelly

3. Mie

4. Conyaku/tahu

5. Felem

6. Perekat tablet

7. Pembungkus kapsul

8. Penguat kertas

G. Pemasaran

Pangsa pasar umbi Tire mencakup pasar luar negeri dan dalam negeri.

1. Untuk pangsa pasar dalam negeri; umbi Tire digunakan sebagai bahan mie yang dipasarkan di swalayan, serta untuk memenuhi kebutuhan pabrik kosmetik sebagai bahan dasar.

2. Untuk pangsa pasar luar negeri; masih sangat terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa.

Untuk daerah Sulawesi dan Kalimantan dipasarkan Oleh PT. Bumi Agromas Sejahtera, (Sumber : Data litbang PT Bumi Agromas Sejahtera)

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.





SEJARAH LUWU TIMUR

17 09 2010

Admin;

Posting, 17 September 2010

Kerinduan masyarakat di wilayah eks Onder-afdeling Malili atau bekas Kewedanaan Malili, untuk membentuk suatu daerah otonom sendiri telah terwujud. Kabupaten Luwu Timur yang terbentang dari Kecamatan Burau di sebelah barat hingga Kecamatan Towuti di sebelah timur, membujur dari Kecamatan Mangkutan di sebelah utara hingga Kecamatan Malili di sebelah selatan, diresmikan berdiri pada tanggal 3 Mei 2003.

Dalam perjalanan panjang pembentukan kabupaten ini, terangkai suka dan duka bagi para penggagas dan penginisiatif yang akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan sepanjang masa. Semuanya telah menjadi hikmah yang dapat dipetik pelajaran dan manfaat tak ternilai guna kepentingan membangun daerah ini di masa depan. Secara kronologis, sekilas perjalanan panjang itu, dapat dilukiskan sebagai berikut:

I. Kisaran Tahun 1959
Pada Bulan Januari Tahun 1959, situasi ketentraman dan keamanan pada hampir seluruh kawasan ini, sangat mencekam dan memprihatinkan akibat aksi para gerombolan pemberontak yang membumihanguskan banyak tempat, termasuk kota Malili. Peristiwa ini, secara langsung melahirkan semangat heroisme yang membara, khususnya di kalangan para pemuda pada` waktu itu, untuk berjuang keras dengan tujuan membangun kembali wilayah eks Kewedanaan Malili yang porak poranda. Gagasan pembentukan kabupaten pun merebak dan diperjuangkan secara bersungguh-sungguh. Sebagai dasar utamanya, secara sangat jelas termaktub dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan (L.N. 1959 Nomor 74 TLN Nomor 1822) yang mengamanatkan bahwa semua Daerah Eks Onder-Afdeling di Sulawesi Selatan, termasuk di antaranya bekas Kewedanaan Malili akan ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten. Namun pada realitas, ternyata terdapat 3 Daerah Ex Onder Afdeling yakni Malili, Masamba dan Mamasa belum dapat diwujudkan pembentukannya, terutama disebabkan karena alasan situasi keamanan yang belum memungkinkan pada waktu itu.

II. Kisaran Tahun 1963
Harapan kembali berkembang, ketika dikeluarkan Resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD –GR) Daerah tingkat II Luwu di Palopo, Nomor 7/Res/DPRD-GR/1963 tanggal 2 Mei 1963, yang menyetujui Ex Onder Afdeling Malili menjadi Kabupaten. Kemudian, sebagai perkembangannya, dikeluarkanlah Resolusi Nomor 9/Res/DPRD-GR/1963 yang memutuskan untuk meninjau kembali Resolusi Nomor 7/Res/DPRD-GR/1963 tersebut, sehingga terdapat konsiderans yang berbunyi sebagai berikut: “……mendesak Pemerintah Pusat RI Cq. Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah agar membagi Dati II Luwu menjadi 4 Dati II yang baru terdiri dari Dati II Palopo, Dati II Tanah Manai, Dati II Masamba dan Dati II Malili”.

III. Kisaran Tahun 1966
Berdasarkan laporan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada sidang seksi Pemerintahan V tanggal 2 Mei 1966, dihasilkan kesimpulan sepakat untuk menyetujui tuntutan masyarakat Ex Kewedanaan Malili menjadi Daerah Tingkat II dengan nama Kabupaten Malili dengan Ibukota di Malili. dilanjutkan pada Paripurna VI DPRD Propinsi Sul-Sel tanggal 9 Mei 1966 disetujui Ex Kewedanaan Malili menjadi Kabupaten. Lahirnya keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran kalangan mahasiswa yang berasal dari wilayah Eks Kewedanaan Malili, dimana secara bersama-sama kalangan muda tersebut dengan penuh semangat mendesak DPRD Propinsi Sulawesi Selatan untuk merekomendasikan pembentukan Kabupaten di Wilayah Eks Kewedanaan Malili. Keputusan itu disikapi oleh kalangan mahasiswa dengan semangat heroik dengan melakukan long-march dari Makassar menuju ke wilayah Eks Kewedanaan Malili guna mensosialisaikan Keputusan DPRD Propinsi Sulawesi Selatan. Tidak sedikit rintangan yang dihadapi mereka, baik karena minimnya fasilitas maupun tantangan kurangnya jaminan keamanan pada masa itu. Hal tersebut, tidak sedikitpun melemahkan semangat para Mahasiswa untuk menguinjungi wilayah Eks Kewedanaan Malili, mulai dari Wotu, Mangkutana, Malili, Tabarano dan Timampu serta kembali ke Makassar. Beberapa bulan kemudian dilakukan pertemuan antara perwakilan penuntut dan penggagas Kabupaten yang diprakarsai oleh Ikatan Keluarga Eks Kewedanaan Malili (IKMAL) dengan Gubernur Sulawesi Selatan, tepatnya pada tanggal 29 Agustus 1966, Gubernur Sul-Sel pada waktu itu Achmad Lamo menyatakan: “Sebenarnya Malili menjadi Kabupaten tinggal menunggu waktu saja “. Pada tanggal 8 Oktober 1966 Panitia Persiapan Pembentukan Daerah Tingkat II Malili dan Masamba menghadap Sekjen Depdagri pada waktu itu (Soemarman, SH). Pada pertemuan itu, Sekjen berjanji akan mengirimkan Tim ke Daerah yang bersangkutan.

IV. Kisaran Tahun 1999
Seiring dengan bergulirnya era reformasi yang telah memberikan ruang kebebasan lebih luas terhadap `wacana pemekaran Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka hal ini dimamfaatkan sebagai momentum yang kuat dalam melanjutkan perjuangan aspirasi Masyarakat Ex Kewedanaan Malili untuk membentuk sebuah Kabupaten. Pada awal tahun 1999, saat pemekaran Kabupaten Luwu sedang dalam proses, timbul kembali aspirasi masyarakat yang  kuat menginginkan dan mendesak kepada Pemerintah Pusat untuk merealisasikan pembentukan suatu Kabupaten pada wilayah Eks Kewedanaan Malili sesuai dengan Amanat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Propinsi Sulawesi-Selatan.Menindaklanjuti aspirasi pemekaran Kabupaten Luwu yang beragam, maka DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melalui Surat Keputusan DPRD Provinsi TK. I Sulawesi Selatan Nomor 21/III/1999, dijelaskan pada pasal 2 sebagai berikut ; Mengusulkan Kepada Pemerintah Pusat untuk selain menyetujui Pemekaran Daerah TK. II Luwu menjadi 2 ( Dua ) kabupaten Daerah Tingkat II Luwu Utara, agar melanjutkan Pemekaran Kabupaten Daerah Tingkat II dengan menjadikan bekas Kewedanaan (Onder Afdeling) Masamba dan bekas Kewedanaan (Onder Afdeling) Malili masing-masing menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II serta peningkatan Kota Administratif Palopo menjadi Kota Madya Daerah TK. II. Meskipun aspirasi dan tuntutan masyarakat Luwu Timur untuk membentuk Kabupaten Luwu Timur yang otonom sesuai dengan hak historis dan kecukupan potensi yang dimiliki belum terealisasi, namun tidak mengurangi semangat dan tekad masyarakat Luwu Timur untuk berjuang mewujudkan cita-cita tersebut. Hal ini dibuktikan dengan digelarnya Pertemuan Akbar masyarakat Ex Kewedanaan Malili pada tanggal 18 Maret 2000 di Gedung pertemuan Masyarakat Malili yang menghasilkan rekomendasi tentang pembentukan Kabupaten Luwu Timur dengan membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Ex Kewedanaan Malili yang hasilnya telah diusulkan melalui surat Nomor 005/PP-Alu/2000 tanggal 20 April 2000 Tentang Usul Pemekaran Luwu Utara kepada Bupati Luwu Utara dan Ketua DPRD Kabupaten Luwu Utara. Dalam menindaklanjuti aspirasi masyarakat Luwu Timur maka lahirlah keputusan DPRD Luwu Utara mengeluarkan SK tentang Pembentukan Pansus dan SK Nomor 04 Tahun 2001 Tanggal 31 Januari 2001 Tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Luwu Utara menjadi 2 ( dua ) wilayah Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur, yang merupakan prakarsa hak inisiatif DPRD Luwu Utara. Hal ini, kemudian direspon oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Utara sesuai ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan dalam PP. 129 Tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah, yakni dengan melanjutkan keputusan DPRD Kabupaten Luwu Utara tentang Persetujuan terhadap Pembentukan ex Kewedanaan Malili menjadi Kabupaten Luwu Timur, kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan melalui surat tertanggal 04 April 2002, Nomor 100/134/Bina PB.Bang Wil .

V. Kisaran Tahun 2002 – 2003
Berdasarkan Keputusan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002, tentang Persetujuan usul pemekaran Luwu Utara. Gubernur Sulawesi Selatan menindaklanjuti dengan mengusulkan pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Mamuju Utara kepada Menteri Dalam Negeri melalui Surat Nomor 130/2172/Otoda tanggal 30 Mei 2002. Akhirnya, aspirasi perjuangan masyarakat Luwu Timur yang diperjuangkan selama 44 tahun telah mencapai titik kulminasi yaitu atas persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia dengan disahkannya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003, Tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan Undang – Undang tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan, atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada tanggal 3 Mei 2003 telah meresmikan sekaligus melantik penjabat Bupati Luwu Timur di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Makassar. Kemudian pada tanggal 12 Mei 2003, sebagai penanda mulai berlangsungnya aktivitas pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Luwu Timur yang baru terbentuk itu, maka Bupati Luwu Utara dan Penjabat Bupati Luwu Timur secara bersama-sama meresmikan pintu gerbang perbatasan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur yang ditandai dengan pembukaan selubung papan nama perbatasan bertempat di Desa Lauwo antara Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur dan Kecamatan Bone – Bone, Kabupaten Luwu Utara. Pada hari yang sama dilakukan prosesi penyerahan operasional Pemerintahan dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara kepada Pemerintah Kabupaten Luwu Timur bertempat di lapangan Andi Nyiwi, Malili. Dengan terbentuknya Kabupaten Luwu Timur yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara maka secara administratif Kabupaten Luwu Timur berdiri sendiri sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Namun secara kultural, historis dan hubungan emosional sebagai satu rumpun keluarga Tanah Luwu tetap terjalin sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Demikian Kilas Balik Terbentuknya Kabupaten Luwu Timur. Malili, Mei 2007 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Timur, H. ANDI HASAN

Disadur Dari : Sejarah Lutim





Munas Kadin Indonesia Berakhir Rusuh

17 09 2010

Musyawarah Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia yang dipercepat akhirnya diputuskan diadakan Agustus 2010. Sempat muncul keinginan munas dilakukan 6-12 bulan ke depan. Munas tersebut akan diisi dengan pemilihan Ketua Umum Kadin Indonesia.

Keputusan itu dilakukan setelah Kadin Indonesia mengadakan Munas Khusus ”Perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga” di Jakarta, Jumat-Sabtu (23-24/4). Munas khusus ini merupakan kelanjutan dari rapat pimpinan khusus Kadin menjelang akhir tahun 2009.

Selama ini Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat, yang kini menjabat Menteri Perindustrian, digantikan oleh Adi Putra Tahir sebagai pelaksana tugas Kadin Indonesia. Rapat yang dijadwalkan selesai Sabtu sore itu diwarnai perdebatan alot, bahkan sempat terjadi deadlock. Keributan terjadi, antara lain, terkait dengan rencana perubahan AD/ART Kadin Pasal 36 tentang pergantian antarwaktu.

Dalam perdebatan, ada pihak yang menginginkan supaya pemilihan Ketua Umum Kadin Indonesia yang baru dilewati dengan adanya care taker selama satu tahun. Ada pihak lain yang minta care taker hanya menjabat dua bulan untuk mempersiapkan pemilihan dalam munas.

Pihak Kadin Sulawesi Selatan sempat tidak sabar menantikan rekomendasi dari tim perumus. Sempat ada keributan karena selain tim perumus, anggota lainnya tidak diperbolehkan masuk. Terjadi aksi dorong. Tim perumus terdiri dari tiga perwakilan dari Kadin wilayah Indonesia barat, tengah, dan timur, asosiasi, pengarah, dan dewan pengurus.

Beberapa tim perumus sempat walk out. Seorang penerobos berhasil masuk dan sempat melemparkan sesuatu ke tim perumus yang sedang rapat agar membubarkan diri. Penerobos pun akhirnya diamankan sekitar pukul 22.00.

Wakil Ketua Dewan Penasihat Soy Pardede, yang juga menjadi salah satu tim perumus, mengatakan, isunya seputar mekanisme pemilihan ketua umum yang tetap, bukan pejabat sementara. Mekanisme munas yang dipercepat haruslah ada perubahan AD/ART.

Menurut Soy, Undang-Undang Pembentukan Kadin Nomor 1 Tahun 1987 Pasal 9 memang menyebutkan, pembentukan Kadin Indonesia harus dilakukan melalui keputusan presiden. Namun, mengenai perubahan AD/ ART Pasal 10, Kadin Indonesia sesungguhnya bisa mengorganisasi sendiri secara mandiri.

”Artinya, tidak perlu pengesahan melalui keppres. Di masa Orde Baru, Kadin selalu punya ketergantungan dengan Presiden Soeharto. Saat ini sebetulnya tidak perlu lagi keppres yang memakan waktu lama semacam itu,” tegas Soy.

Soy menjelaskan, ada pejabat sekretaris negara yang memberikan pandangan tentang perubahan AD/ART tidak perlu melalui keppres. Namun, internal Kadin, khususnya beberapa pengurus Kadin daerah, masih memandang pengesahan melalui keppres akan jauh lebih berbobot. Padahal, mekanisme keppres hanya semakin memperjelas bahwa Kadin tidak bisa menunjukkan kemandirian dalam berorganisasi.

Soy mengatakan, Hidayat sesungguhnya ingin cepat mengundurkan diri karena dirinya tidak diperbolehkan memiliki jabatan rangkap. Namun, kemundurannya membutuhkan proses karena aturan Kadin tidak memiliki dasar yang kuat.

”Presiden semestinya juga tegas terhadap para pembantunya di kabinet. Jabatan rangkap harus dimengerti, bukan sekadar jabatan dalam partai politik,” ujar Soy.

Anggota Steering Commite Munas Khusus Kadin, Hariyadi Sukamdani, memandang keributan dalam rapat itu merupakan dinamika organisasi yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Intinya, munas pemilihan Ketua Umum Kadin Indonesia diharapkan akan dilakukan empat bulan ke depan.

”Memang ada pandangan agar munas baru bisa dilakukan 6-12 bulan ke depan karena, secara administratif, perubahan AD/ART perlu disahkan melalui keppres,” kata Hariyadi.

Menurut dia, munas bisa saja dilakukan empat bulan ke depan asalkan mekanisme administratif bisa segera dilakukan

  • Klik
  • <br>




Penguasa Manusia Yang Telah Korupsi

17 09 2010

OLEH AHMAD ARIF

11 Agustus 2010

Tak seorang pun yang meragukan kekayaan negeri ini. Itu pula yang menggerakkan para penjajah dari Eropa silih berganti datang ke negeri ini. Demikian halnya tak seorang pun mungkin akan membantah bahwa sejak dulu kala korupsi telah merajalela dan menyengsarakan rakyat di negeri ini.

Untaian zamrud khatulistiwa, yang menggambarkan kekayaan alam yang terhampar sejak dari Pulau Rondo di barat Sabang, Aceh, hingga ke Merauke di Papua, memang tak terbantahkan. Akan tetapi, kenapa rakyat negeri ini masih tetap miskin?

Pertanyaan sederhana ini mestinya menggelitik nalar kita untuk kemudian mencari apa yang salah karena dari beberapa kali perjalanan menelusuri pelosok negeri ini senantiasa bertemu dengan kisah tentang rakyat yang gigih berjuang untuk hidup.

Jika bukan karena kemalasan rakyat, lalu apa?

Persekongkolan penguasa dan pengusaha korup patut menjadi tumpuan kesalahan atas kemelaratan rakyat di negeri kaya sumber daya alam ini.

Pengisapan dan korupsi memang dimulai sejak dulu kala, bahkan sebelum negara ini bernama Indonesia. Dalam catatan Cliford Geertz (Agricultural Involution, 1963), upaya Belanda meraih pasar dunia dilakukan dengan mempertahankan pribumi tetap pribumi. Sistem yang dikenal sebagai ekonomi mendua: pembangunan dengan mengisap pihak lain.

Peter Boomgaard (Children of the Colonial State, Amsterdam, 1989) menyebutkan, di tingkat desa, pengisapan dilakukan pemilik tanah dan perangkat desa yang menjadi pemungut pajak dan mandor. Jawa menjadi perkebunan besar dengan aristokrasi pribumi dan elite desa yang korup, sebagai kaki tangan Belanda.

Boomgaard juga menyebutkan, citra Jawa pada awal abad ke-19 adalah kemiskinan dan kemandekan rakyatnya. Dan sebaliknya, kegemilangan para penguasa Belanda dan priayi pribumi.

Dua ratus tahun kemudian, gambaran suram itu tak beranjak pergi.

Bahkan, kini, semakin menegas dengan kesenjangan yang makin tinggi, dan gambaran tentang birokrat yang korup juga makin menguat. Kini, semua sendi birokrasi di negeri ini tak bebas dari korupsi. Bahkan, korupsi juga menjerat para penegak hukum, mulai dari pengacara, polisi, jaksa, hingga hakim.

Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) soal tren korupsi pada semester I-2010 menyebutkan, kalangan eksekutif menjadi aktor utama korupsi. Sebanyak 280 pejabat dari berbagai tingkatan menjadi tersangka korupsi (63,49 persen). Disusul pihak swasta sebanyak 85 orang yang menjadi tersangka korupsi (19.27 persen), lalu anggota Dewan sebanyak 52 orang yang jadi tersangka korupsi (11,79 persen).

Dan yang lebih mengkhawatirkan, korupsi telah menjadi suatu yang lumrah di negeri ini. Korupsi tak lagi memalukan. Nyatanya, para koruptor tak lagi risih memamerkan kemewahan yang mereka dapatkan dari korupsi kepada rakyat yang miskin, dan rakyat pun nyatanya tak menghukum para pejabat yang korup dengan memilih kembali para pejabat tersangka korupsi dalam pemilihan kepala daerah baru-baru ini. Artinya, korupsi telah menyusup ke dalam kebudayaan.

Lima incumbent (petahana) tersangka korupsi yang memenangi pilkada periode 2010-2015 itu adalah Bupati Rembang (Jawa Tengah) Moch Salim, Bupati Kepulauan Aru (Maluku) Theddy Tengko, Bupati Lampung Timur (Lampung) Satono, Wakil Bupati Bangka Selatan (Bangka Belitung) Jamro H Jalil, dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin.

Korupsi dana sosial

Korupsi di negeri ini bahkan telah menjadi pukulan langsung terhadap kemanusiaan melalui tren korupsi terhadap dana yang seharusnya disalurkan kepada rakyat miskin. Penelitian oleh ICW menyebutkan, kasus korupsi yang paling sering muncul selama tahun 2009 adalah korupsi dana bantuan sosial (bansos) dengan total merugikan negara Rp 215.57 miliar.

Kasus dugaan korupsi pengadaan sarung, mesin jahit, dan sapi impor di Kementerian Sosial pada tahun 2004-2006, yang menyeret mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, juga menjadi contoh menarik bagaimana bantuan untuk rakyat miskin ternyata dikorup hingga senilai Rp 38,6 miliar.

Kasus lain adalah korupsi pengadaan alat kesehatan untuk 32 rumah sakit umum daerah di daerah tertinggal dan kawasan timur Indonesia pada 2003 sehingga merugikan negara hingga Rp 104,47 miliar. Mantan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi telah divonis dua tahun tiga bulan atau 27 bulan oleh Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, terkait kasus ini. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian menambah hukuman Achmad Sujudi menjadi empat tahun penjara.

Tak hanya melibatkan aktor dari pusat, koruptor di daerah ternyata tak kalah mengerikan. Bahkan, tren korupsi terbaru, korupsi paling banyak dilakukan terhadap dana keuangan daerah. Dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu contoh klasik bagaimana korupsi turut menyumbang kemiskinan, bahkan juga penderitaan rakyat.

Berdasarkan data dari Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT sepanjang 2009 terhadap 16 dari 21 kabupaten/kota di NTT, ada 125 kasus dugaan korupsi dengan total indikasi kerugian negara Rp 256,3 miliar. Padahal, dana sejumlah itu jika digunakan untuk melakukan intervensi pemulihan gizi buruk anak balita yang dalam 90 hari membutuhkan Rp 1,5 juta per anak balita bisa menjangkau sekitar 170.000 anak balita. Jumlah anak balita penderita gizi buruk di NTT mencapai 60.616 dari total 504.900 anak balita di sana.

Kejahatan kemanusiaan

Almarhum Prof Mubyarto dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, 1 September 2004, pernah mengatakan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan.

”Korupsi harus dianggap menghambat perwujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat,” kata dia.

Jika sudah begini, agaknya kategorisasi dari Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tentang korupsi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan perlu disikapi lebih serius. Misalnya, dengan menciptakan hukuman lebih berat terhadap para koruptor.

Namun, anehnya, ancaman hukuman berat buat terpidana korupsi justru diamputasi. Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor versi Agustus 2008 menghilangkan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto No 20/2001. Ayat tersebut secara tegas menyebutkan, koruptor bisa dihukum mati.

Bahkan, secara keseluruhan, semangat RUU yang saat ini menjadi prioritas Legislasi Nasional 2010 memang memberikan angin surga kepada para koruptor. Misalnya, Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor yang selama ini cukup digdaya menjerat koruptor justru dihilangkan. Akibatnya, banyak koruptor diperkirakan akan lolos dari jerat hukum jika pasal seperti ini tidak ada di RUU.

Ancaman pidana maksimal dalam RUU ini secara keseluruhan juga menurun.

Barangkali, kemanusiaan para penguasa negeri ini memang telah terkorupsi.Berita Informasi Seputar Indonesia Kiini